Dengan mengukur sinyal otak, kelompok penelitian ilmu saraf di Universitas Tübingen telah menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa burung gagak memiliki pengalaman subjektif.
Dengan secara bersamaan merekam perilaku dan aktivitas otak, memungkinkan para peneliti untuk menunjukkan bahwa gagak secara sadar dapat menangkap masukan sensorik.
Pengalaman subjektif mengacu pada dampak emosional dan kognitif dari pengalaman yang bertentangan dengan pengalaman obyektif yang merupakan kejadian aktual dari suatu pengalaman. Sementara sesuatu yang bersifat obyektif dapat berwujud dan dialami oleh orang lain, pengalaman subjektif dihasilkan oleh pikiran seseorang saja.
Misalnya, kita semua mengalami pengalaman subjektif setiap kali kita mengalami rasa sakit. Meskipun kita sebagai individu dapat mengidentifikasi dan merasakan bagian tertentu dari nyeri, orang lain tidak ada yang dapat mengukur atau merasakan pengalaman subjektif nyeri ini selain kita sendiri. Contoh lain, terkait warna. Kita mungkin mendapatkan sensasi tertentu ketika melihat warna kesukaan kita. Tapi, sensasi tersebut tidak dapat atau belum tentu dirasakan oleh orang lain meskipun dengan melihat warna yang sama.
Semua proses mental bersifat subjektif karena berlangsung di dalam pikiran, yang merupakan sesuatu yang internal bagi setiap individu, dan “diri” yang mengalami adalah satu-satunya entitas yang memiliki akses ke proses ini. Semua itu tidak bisa dipelajari secara objektif oleh pengamat luar. Beberapa filsuf berpendapat bahwa kesadaran adalah ilusi dan bahwa “diri” yang mengalami itu sendiri adalah ilusi — keduanya diciptakan oleh aktivitas saraf yang terjadi di otak.
Sampai sekarang kesadaran jenis ini hanya terlihat pada manusia dan primata lainnya, yang memiliki struktur otaknya sama sekali berbeda dengan burung.
“Hasil penelitian kami membuka cara baru untuk melihat evolusi kesadaran dan batasan neurobiologisnya,” kata Andreas Nieder dari Universitas Tübingen.
Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Science.
Bagi manusia dan primata non manusia, kemampuan kita untuk memahami sesuatu secara sadar terlokalisasi di korteks serebral – suatu lapisan tipis yang membungkus otak.
Selama bertahun-tahun berbagai penelitian telah membahas apakah hewan yang struktur otaknya berbeda, tanpa dilengkapi korteks serebral, juga memilki persepsi kesadaran. Namun hingga saat ini belum ada data-data pengujian memadai yang mendukung klaim tersebut.
Untuk melacak proses kesadaran pada burung, para ilmuwan Tübingen melatih dua ekor burung gagak. Keduanya diharuskan untuk dapat memberikan sebuah isyarat atau pertanda. Jika mereka telah melihat suatu stimulasi atau rangsangan yang ditunjukkan dalam sebuah layar, mereka akan menggerakkan kepalanya.
Sebagian besar rangsangan yang diberikan bersifat mudah untuk dilacak atau ditangkap melalui indera. Berbagai percobaan yang berbeda-beda menampilkan figur-figur yang sangat gamblang atau tanpa rangsangan sama sekali. Kemudian, tanpa ragu kedua burung gagak memberikan isyaratnya : apakah ada atau tidaknya rangsangan itu, secara berturut-turut.
Namun, beberapa rangsangan sangat samar dan menyulitkan untuk dideteksi. Pada tahap ini, berada di ambang persepsi: untuk rangsangan samar yang sama, burung gagak terkadang menunjukkan bahwa mereka telah melihatnya, sedangkan dalam kasus lainnya mereka memberikan isyarat tidak melihatnya. Di sinilah, persepsi subjektif dari burung gagak turut berperan serta.
Di saat burung gagak merespons setiap rangsangan visual, para peneliti secara bersamaan mencatat aktivitas sel saraf setiap gagak di otaknya. Ketika burung gagak mengisyaratkan telah melihat sesuatu, sel-sel saraf tersebut aktif dalam periode antara presentasi rangsangan dan respons perilaku. Jika mereka tidak merasakan rangsangan, sel-sel sarafnya tetap terdiam.
Anehnya, adalah mungkin untuk memprediksi pengalaman subjektif burung gagak berkaitan dengan rangsangan berdasarkan aktivitas sel sarafnya.
“Sel saraf yang mewakili masukan visual tanpa komponen subjektif diperkirakan direspons dengan cara yang sama terhadap rangsangan visual dengan intensitas konstan,” jelas Nieder.
“Namun, hasil kami secara meyakinkan menunjukkan bahwa sel saraf pada tingkat pemrosesan yang lebih tinggi dari otak gagak adalah dipengaruhi oleh pengalaman subjektif, atau lebih tepatnya, menghasilkan pengalaman subjektif.”
Ini berarti bahwa dalam kaitannya dengan sejarah evolusi, asal mula kesadaran bisa jauh lebih tua dan lebih luas di dunia hewan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
“Nenek moyang terakhir manusia dan burung gagak hidup 320 juta tahun yang lalu,” kata Nieder. “Mungkin saja kesadaran persepsi muncul saat itu dan telah diturunkan sejak saat itu.”
Skenario alternatifnya adalah, bahwa kesadaran persepsi berkembang sepenuhnya secara independen dalam spesies yang berhubungan jauh ini. Kesadaran muncul secara independen atas dasar evolusi konvergen pada berbagai cabang “pohon kehidupan” vertebrata.
“Bagaimanapun, kemampuan pengalaman sadar dapat diwujudkan dalam otak yang terstruktur berbeda dan secara independen dari korteks serebral.” kata Nieder