Beranda Kesehatan Robot Bebek Yang Diharapkan Bisa Membantu Anak-anak Pengidap Kanker

Robot Bebek Yang Diharapkan Bisa Membantu Anak-anak Pengidap Kanker

BAGIKAN

Robot sosial dengan bentuk bebek ini diharapkan bisa menjadi teman bagi anak pengidap kanker dan membantu memperbaiki psikologis mereka.

Robot bebek ini mungkin akan menjadi teman anak-anak pengidap kanker di dunia. Ia merupakan robot sosial yang bisa menjadi sangat lucu, menyenangkan, marah, takut, atau sakit seperti anak-anak lain. Robot bebek diharapkan bisa membantu anak-anak pengidap kanker untuk melawan penyakitnya dengan kekuatan mainan.

Robot yang dikembangkan oleh ahli robotik, Aaron Horowitz, ini sedang diujicoba dan diperkirakan bisa dijual pada akhir tahun.

Horowitz bercerita, saat kecil, ia didiagnosis kekurangan hormon pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu, hampir setiap hari, Horowitz harus diinjeksi selama lima tahun. Pengalaman tersebut membuatnya ingin membantu anak-anak yang memiliki penyakit.

Beberapa fasilitas kesehatan seperti rumah sakit anak telah melakukan eksperimen dengan menggunakan robot sebagai teman bermain dan pembangun kesehatan emosional pasien.

Beberapa perangkat terlihat seperti robot klasik. Sementara yang lainnya didesain sebagai mainan berbentuk binatang lucu, seperti bebek. Meskipun bentuk dan teknologinya berbeda-beda, namun tujuannya tetap sama: yaitu, memperbaiki psikologis pasien anak serta mengingatkan dan mengajarkan mereka tentang hal-hal terkait kesehatan.

Horowitz mengatakan, robot sosial pertama yang diluncurkan oleh perusahaannya adalah Jerry si Beruang, pendamping interaktif anak-anak pengidap diabetes.

Anak-anak tersebut lalu merawat Jerry dengan memberinya makan dan insulin, lalu memonitor kadar glukosanya. Horowitz juga memberikan modul diabetes yang ditujukan untuk anak-anak.

“Dari situ, saya berpikir, ‘kenapa tidak kita buat robot untuk anak-anak pengidap penyakit lainnya?’,” kata Horowitz.

Teman bagi anak-anak pengidap kanker

Horowitz dan timnya lalu berusaha membuat robot untuk anak-anak pengidap kanker. Robot bebek ini dibuat berdasarkan maskot perusahaan asuransi Aflac, yang memberikan dana untuk pengembangannya.

Aflac dan Horowitz mengatakan, robot bebek ini tidak memiliki nilai obat. Sebagai gantinya, mereka ingin robot bebek tersebut dapat memberikan kenyamanan, membantu anak-anak saat menghadapi perawatan, dan menghibur mereka atas penyakitnya.

Bebek itu bisa mengeluarkan suara menenangkan seperti di pantai atau hutan hujan dengan bunyi khasnya. Ia juga bisa menampilkan latihan pernapasan yang mudah diikuti anak-anak. Selain itu, pada robot tersebut, terpasang tabung yang mampu meniru suntikan kemoterapi.

Kelli Daniels mengatakan, putranya yang berusia 12 tahun, Ethan, mengidap kanker limfoma dan mesti menghadapi tiga tahun pengobatan. Ketika Kelli memperkenalkannya dengan robot bebek tersebut, mata Ethan melebar sambil mengatakan: “Ini mengagumkan”.

Ethan memasang berbagai macam peralatan yang bisa mengarahkan robot. Ia terkesan mendengar suara bebek yang seolah-olah merasakan sakit. Menurut Kelli, Ethan juga sangat terhubung dengan latihan pernapasan yang dilakukan robot bebek tersebut. Ia menutup matanya seperti sedang meditasi, lalu bernapas bersama-sama mengikuti robot.

“Dengan adanya robot ini, Ethan bisa mengekspresikan perasaannya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Tidak ada seseorang yang ingin mengeluh sakit terus menerus. Mungkin, robot ini bisa membantu menyembuhkannya,” tambah Kelli.

Manfaat robot bagi pasien

Sonia Chernova, asisten profesor robotik di Georgia Tech, Atlanta, mengatakan bahwa robot sosial bisa memberikan dukungan kepada anak-anak yang mengalami stres fisik maupun emosional saat menjalani perawatan kanker.

“Anak-anak berinteraksi dengan robot dalam cara yang berbeda dari orang dewasa. Bagi anak-anak, robot seperti teman seumurannya, bukan figur dewasa,” kata Sonia.

Meskipun robot sosial sukses dalam dunia pendidikan dan penelitian, namun bukan berarti ia bisa meggantikan peran dari orang terdekat pasien.

“Robot sosial tidak diciptakan untuk menggantikan dukungan dan interaksi pasien dengan orang lain. Baik manusia maupun robot ada untuk sama-sama membantu mereka,” pungkasnya.