BAGIKAN
Freepik

Jika nanti vaksin yang aman dan efektif untuk COVID-19 telah tersedia, pilihan yang sulit harus dibuat untuk menetapkan siapa yang didahulukan untuk mendapatkan vaksin.

Sebuah komisi dari National Academies of Sciences, Engineering and Medicine yang dibentuk oleh pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS (CDC) dan Institut Nasional kesehatan AS, mengajukan solusi untuk mengalokasikan vaksin tersebut.

Mereka merekomendasikan para pekerja bidang kesehatan menjadi prioritas utama. Orang dewasa yang hidup dalam lingkungan padat juga harus menjadi bagian dari fase pertama pemberian vaksin.

Para peneliti dari John Hopkins University dan University of Southern California yang selama beberapa dekade ini melakukan penelitian dalam bidang ekonomi kesehatan dan epidemiologi, dimana salah satu diantara mereka juga adalah anggota dari National Academy of Medicine, tidak sependapat dengan rekomendasi tersebut. 

Mereka melihat secara langsung resiko nyata dari penularan asimptomatik (tanpa gejala) COVID-19 yang terjadi secara cepat pada orang-orang dewasa yang berusia muda. Penyebaran asimptomatik telah memaksa penutupan sekolah dan universitas di seluruh dunia dan juga mengancam masyarakat yang ada disekitarnya.

Para peneliti menyatakan bahwa pandemi ini membutuhkan sebuah model yang berbeda untuk membuat pilihan siapa yang terlebih dahulu mendapatkan vaksinasi. Setelah para pekerja bidang kesehatan mendapatkan vaksin, vaksin harus diberikan kepada mereka yang berpotensi paling besar menularkan virus – kebanyakan adalah mereka yang berusia muda- dan selanjutnya diberikan pada mereka yang paling rentan terhadap penyakit ini.

Beberapa pelajaran dapat diambil dari epidemi flu H1N1 di tahun 2009, yang membunuh hampir 500.000 orang di seluruh dunia. Sebuah vaksin yang dikembangkan di bulan Maret 2009. Dan saat itu hanya ada 16 juta dosis yang tersedia. CDC pada saat itu harus mengambil keputusan sulit tentang alokasi vaksin. Beberapa negara bagian di AS meminta hingga 10 kali lipat dari jumlah yang mereka alokasikan.

Dan akhirnya, CDC mengalokasikan vaksin menurut proporsi populasi setiap negara bagian, dan setiap negara bagian kemudian mengalokasikan dengan prioritas pada bayi dan orang lanjut usia, kemudian orang-orang yang beresiko tinggi.

Prioritas ini – untuk melindungi mereka yang paling rentan- telah menjadi kebijakan publik di AS sejak terjadinya pandemi influenza di tahun 1957-1958.

Hasil penelitian lanjutan menunjukkan bahwa cara yang lebih baik untuk melindungi orang-orang lanjut usia adalah dengan mengendalikan penularan pada mereka yang berusia muda, yang artinya vaksin diberikan pada anak-anak usia sekolah.

Salah satu pelajaran dari pandemi sebelumnya adalah vaksin paling awal diberikan pada mereka yang berpotensi menjadi penyebar virus tanpa gejala, dapat mencegah meluasnya penyebaran infeksi.

Pengalaman beberapa bulan yang lalu menunjukkan sangat penting untuk selalu melakukan tes secara luas untuk memantau terjadinya penyebaran COVID-19. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa sekitar 10 persen dari mereka yang terinfeksi menyebabkan sekitar 80 persen dari kasus infeksi yang terjadi. Yang membuatnya menjadi sulit adalah hingga 40 persen dari mereka yang membawa virus, yang dikenal dengan ‘superspreader’, tidak menunjukkan gejala apapun.

Hanya sedikit dari pada superspreader ini yang berusia lanjut. Mayoritas terdiri dari orang-orang berusia muda yang lebih sering bersosialisasi di sekolah maupun di tempat-tempat lainnya.

Orang-orang yang berusia muda kebanyakan memiliki lingkaran pertemanan yang luas yang bisa menjadi lahan subur bagi penyebaran COVID-19. Orang-orang muda ini juga memiliki resiko kecil kematian atau mengalami gejala parah dari COVID-19, artinya mereka lebih cenderung untuk menyebarkan virus pada orang lain.

Kasus-kasus COVID-19 paling banyak terjadi pada mereka yang berusia antara 15 hingga 25 tahun, petunjuk lainnya yang memungkinkan mereka adalah sumber penyebaran virus. 

The American Academy of Pediatrics dan the Children’Hospital Association melaporkan bahwa setidaknya ada 338.000 anak-anak yang dites positif virus corona hingga 30 Juli lalu, dengan lebih dari seperempatnya dites positif dalam kurun waktu dua minggu pada bulan Juli.

Untuk mengantisipasi orang-orang yang berusia muda yang banyak melakukan aktifitas yang beresiko menularkan virus, banyak universitas yang melakukan kuliah secara online. Beberapa universitas memutuskan untuk meminimalkan kuliah tatap muka, setidaknya dilakukan seminggu sekali di kampus.

Dengan ataupun tanpa vaksin, strategi terbaik untuk mereka yang berusia lanjut, terutama mereka yang dalam kondisi sakit, adalah menghindari kontak dengan orang-orang yang berpotensi membawa virus.

Para peneliti memprediksi tekanan dan politik untuk memprioritaskan distribusi vaksin akan berlangsung intens nantinya. Mereka berpendapat bahwa kuncinya adalah dengan mengambil cara yang paling menguntungkan, bukan yang paling terlihat.


Dana Goldman, Leonard D. Schaeffer Chair and Distinguished Professor of Public Policy, Pharmacy, and Economics, University of Southern California; David Conti, Professor of Preventive Medicine and Associate Director for Data Science Integration, University of Southern California, and Matthew E. Kahn, Bloomberg Distinguished Professor of Economics and Business, Director of JHU’s 21st Century Cities Initiative, Johns Hopkins Universit

The Conversation