BAGIKAN
(Burchett et al., ApJL, 2020)

Materi-materi di alam semesta ini tidak tersebar secara merata. Sebagian besar terdiri dari gugusan-gugusan besar dan filamen-filamen materi yang saling berhubungan satu sama lain, dan dikelilingi oleh ruang-ruang kosong yang sangat besar. Gugusan super galaksi berada di deretan paling atas dari semua materi yang ada. Di dalamnya terdapat kelompok galaksi-galaksi, galaksi individual dan sistem tata surya. Struktur hierarki ini dikenal dengan nama “jaringan kosmis”.

Bagaimana dan mengapa semesta memiliki bentuk seperti ini?

Sebuah tim astronom dan ilmuwan komputer pada University of California Santa Cruz melakukan pendekatan yang tidak biasa untuk mengetahuinya. Mereka membangun sebuah model komputer berdasarkan pola pertumbuhan dari jamur lendir. Dan ini bukan untuk pertama kalinya jamur lendir membantu para ilmuwan untuk memahami bagaimana pola-pola lainnya terbentuk di alam.

Jamur lendir adalah sejenis mikroorganisme sel tunggal yang tidak memiliki otak dan mampu berkembang biak dan mencari makanan sendiri. Terdiri dari gabungan organisme seluler yang apabila salah satu bagian tubuhnya terpotong, akan kembali menyatu. Dan kini jamur lendir membantu para ilmuwan memahami bagaimana semesta ini terbentuk.



Jamur lendir membentuk jaringan filamentary kompleks untuk mencari makanan. Para ahli kosmologi menemukan bahwa struktur semacam ini sangat mirip dengan jaringan kosmis yang ada di semesta. Dan dengan membangun simulasi pertumbuhannya para ilmuwan akan bisa memahami bagaimana materi gelap dan materi regular terdistribusi di seluruh penjuru semesta. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam the Astrophysical journal Letters.

Jamur lendir, membangun jaringan filamen atau benang-benang tipis yang saling berhubungan untuk mencari sumber makanan. (Credit: Frankenstoen/ CC BY).

Teori kosmologi modern memperkirakan materi semesta berbentuk gugusan-gugusan besar dan dihubungkan oleh filamen-filamen dan terdapat ruang kosong yang sangat luas diantaranya. Galaksi-galaksi biasanya ditemukan pada simpul-simpul jaringan kosmis Filamen-filamen yang menjadi penghubung dari jaringan kosmis ini telah dijadikan objek penelitian oleh para ilmuwan dalam beberapa dekade terakhir ini. Para ilmuwan meyakini bahwa filamen-filamen tersebut terdiri dari materi gelap dan gas yang saling membaur yang kemungkinan juga tidak terlihat secara visual. Untuk bisa memahami strukturnya secara keseluruhan bukanlah hal yang mudah. Begitu juga untuk melakukan survey terhadap puluhan ribu galaksi yang ada di penjuru semesta ini.

Simulasi gaya gravitasi dari semesta yang mengembang. Di sebelah kiri adala semesta ketika awal terbentuk, dimana materi tersebar merata ke seluruh penjuru semesta. Seiring dengan berjalannya waktu, materi-materi tersebut saling melekat satu sama lain. Dan gamabr sebelah kanan adala hstuktur materi di semesta saat ini pada skala besar, terdiri dari gugusan-gugusan super yang dihubungkan dengan filamen dan terdapat ruang-ruang hampa diantaranya. Image Credit: Andrey Kravtsov, Anatoly Klypin, National Center for Supercomputer Applications

Dan disinilah peran jamur lendir dimainkan. Simulasi berdasarkan perilaku dari mikroorganisme ini membantu para peneliti untuk menentukan bagaimana filamen dari jaringan kosmis tersebar dari satu galaksi ke galaksi yang lain.

Menelusuri lokasi dari jaringan kosmis semesta dengan menggunakan simulasi pertumbuhan jamur lendir. Inset yang menunjukkan galaksi (kuning) dan untaian filamen yang dihasilkan secara algoritmik (ungu) (NASA, ESA, dan J. Burchett dan O. Elek – UC Santa Cruz).



“Sangatlah menakjubkan bagi kami, bahwa satu bentuk kehidupan yang paling sederhana bisa membuka wawasan kita dalam memahami struktur dalam skala yang jauh lebih besar di semesta ini,” kata peneliti utama Joseph Burchett dari University of California Santa Cruz. “Dengan menggunakan simulasi dari jamur lendir ini kita bisa mencari lokasi dari filamen jaringan kosmis, termasuk juga yang berada jauh dari galaksi. Dan dengan menggunakan data dari teleskop angkasa Hubble, para ilmuwan akan mendeteksi dan menentukan kepadatan dari gas dingin yang berada di tepi dari filamen-filamen kasat mata tersebut. Para ilmuwan telah mendeteksi keberadaan dari gas ini selama beberapa dekade, dan telah memperoleh bukti dari teori yang menyebutkan gas ini membentuk jaringan kosmis di semesta.”

Ide ini pertama kali disampaikan oleh anggota tim peneliti Oskar Elek, seorang ilmuwan media komputasi di UC Santa Cruz, setelah dia melihat hasil karya dari Sage Jenson, seorang artis media yang bermukim di Berlin pada jamur lendir. Jenson mengerjakan karyanya dengan mengolah algoritma yang mensimulasikan bagaimana jamur lendir tumbuh. Elek kemudian membuat versi tiga dimensi dari simulasi ini yang kemudian bisa diaplikasikan untuk mensimulasikan galaksi-galaksi yang ada di semesta.

Dengan mengamati bagaimana galaksi-galaksi terdistribusikan, kita bisa mengetahui bagaimana jaringan kosmis terbentuk. Tetapi algoritma yang ada sekarang ini masih membutuhkan banyak pembenahan untuk bisa mensimulasikan kondisi jaringan kosmis yang sebenarnya. 


Sumber: IflScience, Universe today