BAGIKAN
21 buah fosil tulang Danuvius guggenmosi jantan dewasa. Credit: Christoph Jackle

Bagaimana cara nenek moyang manusia pertama kali belajar berjalan tegak? Apakah mereka turun dari pepohonan dan tiba-tiba bisa berjalan tegak dengan kedua kaki belakang mereka, atau mereka bisa melakukannya setelah satu atau dua juta tahun menjadi penghuni bumi?

Selama ini, tanpa disertai bukti-bukti yang menguatkan, terdapat dua versi teori yang menjelaskan pertanyaan mendasar tentang evolusi manusia.

Teori yang pertama menyebutkan bahwa kemampuan manusia berjalan tegak merupakan hasil evolusi dari makhluk yang berjalan dengan empat kaki, mirip dengan kera pada masa kini, yang bisa menjejakkan keempat kakinya diatas tanah.



Teori kedua menyebutkan bahwa kemampuan tersebut berawal dari evolusi hewan mirip simpanse yang belajar berdiri tegak sebelum mereka memanjat pohon.

Para ahli dari kedua teori ini sepakat bahwa nenek moyang kita mampu berjalan tegak untuk pertama kali sekitar lima atau tujuh juta tahun yang lalu.

Dan penemuan terbaru ini mungkin akan mematahkan pendapat mereka.

Sebuah artikel penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, para ilmuwan menjelaskan tentang ditemukannya fosil  manusia purba yang hidup pada periode miosen yang berumur 11,6 juta tahun di suatu wilayah di Eropa menunjukkan bahwa makhluk pertama yang berjalan tegak muncul pertama kali di sana, bukan di Afrika.

“Penemuan ini bisa merevolusikan cara pandang kita akan evolusi manusia,” kata Madelaine Bohme dari University of Tubingen, Jerman.



Bohme dan rekannya menemukan fosil-fosil ini pada sebuah lokasi penggalian di Bavaria, Jerman selatan. Mereka menemukan 37 buah tulang yang berasal dari 4 individual; satu jantan dewasa, dua betina dewasa, dan satu berusia remaja. Mereka menamakan spesies baru ini Danuvius gugenmosi. Dengan bentuk mirip dengan kera kecil, dengan berat antara 17 dan 31 kilogram, dan kemungkinan makan makanan keras seperti kacang-kacangan.

Dan yang mengejutkan, struktur tulang kakinya mirip dengan kaki manusia. Jika kita meluruskan kedua lutut kita, makan kaki kita akan berperan seperti pilar yang berada tepat di bawah tubuh kita. Simpanse tidak bisa melakukannya: ketika mereka berdiri diatas kedua kaki mereka, lutut mereka akan tetap membengkok. Tulang-tulang kaki dari D.guggenmosi  terlihat mampu berdiri tegak seperti seorang manusia, sehingga tim Bohme segera mengambil kesimpulan bahwa kera ini pernah berdiri dan berjalan tegak di pepohonan, tidak seperti kera pada umumnya.

Fosil tulang lengan dari Danuvius guggenmosi jantan. [Credit: Christoph Jackle]

Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan karena D.guggenmosi ternyata jauh lebih tua dari hominin tertua yang berjalan dengan dua kaki yang pernah ditemukan, yaitu Sahelanthropus tchadensis dan Orrorin tugenensis. Keduanya pernah hidup sekitar enam juta tahun yang lalu, yang artinya penemuan spesies terbaru ini memundurkan waktu asal mula kera yang berjalan tegak dengan dua kaki hingga 5 juta tahun.

Dan selama ini, fosil- fosil hominin atau nenek moyang manusia yang berjalan dengan dua kaki semuanya ditemukan di benua Afrika, sehingga sebelum ini para ilmuwan percaya bahwa evolusi hominin berjalan tegak dengan dua kaki dimulai dari sana. Sampai tim Bohme menemukannya di Eropa.

David Begun, rekan Bohme dari University of Toronto, Canada, telah lama membantahnya, dia berpendapat bahwa hominin pertama muncul di Eropa sebelum kemudian pindah ke benua Afrika. Dia juga menyertakan bukti bahwa kera Eropa, Rudapithecus, bisa berjalan dengan dua kaki; dan beberapa jenis kera Eropa memiliki gigi yang kecil, seperti hominin; dan satu jenis kera kecil yang sedang diteliti yang diberi nama Graecopithecus, dari wilayah Mediterania timur, kemungkinan juga masuk kedalam golongan hominin.

Dan juga ditemukan satu set jejak kaki misterius di Yunani, yang mirip dengan jejak kaki hominin, yang berusia 5,7 juta tahun.

Dan tidak semua ilmuwan sependapat dengan Bohme, bahwa hominin pertama kali muncul Eropa, karena bukti fosil yang ditemukan terpisah-pisah. Bohme mengatakan bahwa penemuan D.guggenmosi ini membawa perubahan baru, walaupun banyak yang bersikap skeptis.




“Bukti fosil yang disajikan disini menurut kami bukanlah bukti yang meyakinkan untuk bisa dimasukkan kedalam golongan hominin,” kata Kelsey Pugh dari City University of New York. Dia mengatakan bahwa tulang pinggul dan kaki sangat krusial untuk mengetahui apakah mereka pernah berjalan tegak dengan dua kaki, dan keduanya tidak ditemukan pada fosil-fosil tersebut.

“Penemuan fosil ini adalah sebuah penemuan besar, tetapi kesimpulan studi tentang bagaimana D.guggenmosi berjalan menurut saya tidak bisa dipercaya,” kata Sergio Almecija dari American Museum of Natural History di New York.

Pendapat lainnya menyambut secara positif. John Hawk dari University of Wisconsin-Madison mencatat bahwa bentuk tulang kering dari D.guggenmosi mirip sekali dengan hominin. Tetapi dia masih belum sepenuhnya yakin bahwa hominin dimulai di benua Eropa. Dia berkata bahwa sekitar 11 juta tahun yang lalu, jenis-jenis kera telah berkembang dan berdiversi, jadi dengan ditemukannya sebuah fosil di suatu wilayah tidak membuktikan bahwa memang berasal dari wilayah tersebut.

Mungkin di masa depan akan ditemukan petunjuk-petunjuk baru yang mungkin akan bisa meyakinkan kita semua tentang asal usul manusia, sehingga pemahaman kita akan evolusi manusia semakin lengkap.