BAGIKAN
(K. Konkoly)

Orang yang sedang tertidur nyenyak dan mengalami lucid dream, masih dapat berinteraksi secara real time dengan peneliti selama percobaan berlangsung. Mereka dapat menerima instruksi, merespons berbagai pertanyaan dengan jawaban sederhana (ya dan tidak).

Bahkan, mereka juga dapat menyelesaikan soal matematika sederhana dan membedakan berbagai rangsangan sensorik yang berbeda-beda. Setiap stimulasi yang diberikan oleh peneliti, mereka respons dengan menggunakan gerakan mata atau dengan mengencangkan otot wajah. Para peneliti menyebutnya sebagai “mimpi interaktif”. Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Current Biology.

Sebelum kita benar-benar terlelap, setidaknya ada beberapa fase yang akan dilewati. Setelah memejamkan mata, butuh waktu beberapa menit hingga benar-benar tidur nyenyak. Pada fase terakhir setelah tidur lebih nyenyak, maka terjadi peningkatan aktivitas karena munculnya mimpi. Fase ini dikenal sebagai REM (rapid eye movement), di mana seseorang masih dapat berbicara dan mendengarkan dengan mata yang terpejam, tim peneliti internasional menunjukkan dalam penelitiannya.

“Kami menemukan bahwa pada saat seseorang tidur REM dapat berinteraksi dengan pelaku eksperimen dan terlibat dalam komunikasi secara real time,” kata penulis senior Ken Paller dari Northwestern University. “Kami juga menunjukkan bahwa pemimpi mampu memahami pertanyaan, terlibat dalam operasi memori kerja, dan menghasilkan jawaban”.

“Kebanyakan orang mungkin memperkirakan bahwa ini tidak akan mungkin – bahwa orang akan terbangun ketika ditanyai pertanyaan atau gagal menjawab, dan tentu saja tidak memahami pertanyaan tanpa salah menafsirkannya.”

“Tujuan eksperimental kami mirip dengan menemukan cara untuk berbicara dengan astronot yang berada di dunia lain, tetapi dalam hal ini dunia sepenuhnya dibuat berdasarkan memori yang tersimpan di otak,” tulis para peneliti.

Mereka menyadari bahwa menemukan cara untuk berkomunikasi dapat membuka pintu dalam penyelidikan di masa depan untuk mempelajari lebih lanjut tentang mimpi, memori, dan bagaimana penyimpanan memori bergantung pada tidur, kata para peneliti.

Para peneliti mempelajari 36 orang di empat negara agar mendapatkan lucid dream, yaitu di mana seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi dan memiliki kontrol atas bagaimana mimpinya berkembang.

eksperimen mimpi
(Konkoly et al., Current Biology 2021)

“Kami menggabungkan hasilnya karena kami merasa bahwa kombinasi hasil dari empat laboratorium berbeda menggunakan pendekatan berbeda yang paling meyakinkan, membuktikan realitas fenomena komunikasi dua arah ini,” kata Karen Konkoly, dari Northwestern University  “Dengan cara ini, kami menjumpai bahwa berbagai cara dapat digunakan untuk berkomunikasi.”

Para ilmuwan berinteraksi dengan peserta penelitian melalui audio yang diucapkan, lampu berkedip, dan sentuhan fisik. Mereka melakukan eksperimen ini selama para peserta mencapai fase tidur terlelapnya.

Pada kondisi tersebut, para peserta diberikan pertanyaan matematika sederhana. Misalnya berapa jumlah kedipan lampu atau sentuhan fisik yang telah distimulasi oleh peneliti. Sementara untuk menjawab pertanyaan yang membutuhkan jawaban sederhana ya atau tidak, peneliti akan memberikan pertanyaan seperti “dapatkah Anda berbicara bahasa Spanyol?”.

Para peserta penelitian akan memberikan setiap jawaban melalui bahasa isyarat. Misalnya melalui gerakan mata atau gerakan otot wajah yang telah disepakati sebelumnya. Dari 57 sesi tidur, setidaknya ditemukan satu respons jawaban yang tepat untuk pertanyaan. Ini teramati pada 47 persen sesi tidur di mana lucid dream dikonfirmasi oleh peserta.

Orang-orang yang terlibat dalam penelitian ini dibangunkan setelah respons yang berhasil agar mereka dapat melaporkan mimpinya. Sebagian peserta mengingat bahwa masukan eksternal (stimulasi dari peneliti) yang diberikan sebagai bagian dari luar mimpi atau tumpang tindih dengan mimpi sendiri. Sebagian lainnya, stimulasi itu hadir melalui sesuatu yang menjadi bagian dari mimpi. Misalnya pertanyaan yang diberikan, muncul dari sebuah radio dalam mimpi tersebut.

Metode ini dapat digunakan untuk membantu orang dengan berbagai cara, seperti memecahkan masalah saat tidur atau menawarkan cara baru untuk mengatasi bagi penderita mimpi buruk. Eksperimen lanjutan yang dijalankan oleh anggota dari empat tim peneliti bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang hubungan antara tidur dan pemrosesan memori, dan tentang bagaimana mimpi dapat menjelaskan pemrosesan memori ini.